Selamat sore temans, edisi (19 April 2016) saya akan membahas sedikit tentang kebijakan. nah seperti yang temans ketahui, bijak cenderung dikaitkan dengan sesuatu yang menyamankan dan berkaitan dengan sifat kedewasaan. untuk lebih jelasnya, mari luangkan waktu temans untuk membaca artikel berikut.
(Sumber: gamatriana.com)
Pengertian Kebijaksanaan
Paul Baltes mendefinisikan
kebijaksanaan sebagai keahlian dalam mengatasi permasalahan mendasar yang
berkaitan dengan perilaku dan makna hidup. Menurut Baltes, kebijaksanaan
merupakan perpaduan dari intelek dan karakter. Penjelasan Baltes tentang
intelek adalah pengetahuan tentang aspek kognitif, motivasi dan emosi dalam
perilaku dan pemaknaan hidup (Sternberg & Jordan, 2005).
Robert Sternberg mendefinisikan
kebijaksanaan sebagai keseimbangan antara pemahaman individu tentang dirinya
sendiri (intrapribadi), orang lain (antarpribadi) dan berbagai aspek
kehidupannya (ekstrapribadi) yang dinamakannya sebagai teori kebijaksanaan yang
seimbang atau balance theory of wisdom (Sternberg & Jordan, 2005). Menurut
Sternberg, elemen inti dari kebijaksanaan adalah kecerdasan praktis (tacit
knowledge) yang berorientasi pada perilaku dan membantu individu mencapai
tujuan pribadi. Kecerdasan praktis ini hanya dapat diperoleh melalui pengalaman
nyata yang dialami langsung oleh individu, bukan berasal dari ilmu yang dibaca
dari buku-buku atau pengalaman orang lain yang didengarnya (Sternberg &
Jordan, 2005).
Berdasarkan uraian di atas,
definisi kebijaksanaan dapat disimpulkan sebagai keahlian dalam mengatasi
permasalahan mendasar yang berkaitan dengan perilaku dan makna hidup serta
keseimbangan antara pemahaman individu tentang dirinya sendiri (intrapribadi),
orang lain (antarpribadi) dan berbagai aspek kehidupannya (ekstrapribadi).
Menurut Baltes dan Staudinger,
ada beberapa kriteria dari kebijaksanaan. Kriteria tersebut dapat dibagi
menjadi dua kriteria dasar dan tiga metakriteria (Snyder & Lopez, 2002). Dua
kriteria dasar, yaitu kriteria yang wajib dimiliki individu untuk menjadi
seorang ahli di bidang apapun, meliputi:
Memiliki banyak pengetahuan umum
(rich factual knowledge), yang meliputi pengetahuan tentang sifat dasar
manusia, perkembangan sepanjang kehidupan, hubungan antarpribadi, norma-norma
yang berlaku di suatu tempat atau budaya, serta perbedaan individu dalam
tahapan perkembangan.
Memiliki banyak pengetahuan
praktis (rich procedural knowledge), yang meliputi kemampuan untuk menerapkan
pengetahuan faktual ke dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan hidup, seperti cara menangani konflik kehidupan.
Tiga kriteria berikutnya disebut
metakriteria karena merupakan kriteria khusus yang harus dimiliki untuk menjadi
bijaksana. Adapun ketiga metakriteria tersebut adalah:
Memahami konteks rentang
kehidupan manusia (lifespan contextualism), yang meliputi pengetahuan tentang
tahapan perkembangan manusia dan berbagai tema-teman kehidupan, seperti
pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, persahabatan, keluarga, dan sebagainya,
serta kaitan antartema tersebut. Pemahaman tersebut juga menyadari banyaknya
perubahan yang terjadi dalam diri individu mulai dari masa bayi sampai usia
lanjut.
Relativisme atau toleransi nilai
(value relativism/tolerance). Kebijaksanaan membuat manusia menyadari bahwa
setiap orang atau budaya menganut nilai-nilai yang berbeda dari yang dianut
dirinya dan mampu menghormati perbedaan tersebut. Namun, perlu diingat juga
bahwa kebijaksanaan juga berusaha menyeimbangkan kepentingan diri sendiri dan
orang lain sehingga tidak semua hal dapat ditoleransi.
Menyadari serta mampu mengelola
ketidakpastian (awareness/management of uncertainty). Kebijaksanaan membuat
manusia menyadari bahwa ada banyak keterbatasan dalam proses pencernaan
informasi yang dimilikinya serta banyaknya ketidakpastian di dalam kehidupan
ini. Kebijaksanaan juga meliputi cara untuk menghadapi ketidakpastian tersebut.
Sifat Kebijaksanaan
Berdasarkan hasil penelitiannya,
Baltes menyatakan ada beberapa sifat kebijaksanaan (Sigelman & Rider,
2003), yaitu:
Kebijaksanaan bersifat langka.
Jumlah orang yang bijaksana dalam masyarakat sangatlah langka karena banyaknya
kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang yang bijaksana.
Keahlian di bidang tertentu
terbukti lebih relevan dengan perkembangan kebijaksanaan dibandingkan faktor
usia semata.
Usia tidak memprediksi
kebijaksanaan, namun pengetahuan dasar yang berkontribusi terhadap
kebijaksanaan seperti berbagai
crystallized intelligence lainnya tergolong tinggi di usia lanjut.
Individu akan lebih mampu menjadi bijaksana dengan memiliki pengalaman hidup
mengasah wawasan (insight) tentang kondisi kehidupan manusia.
Kebijaksanaan mencerminkan
kombinasi dari kecerdasan, kepribadian, dan gaya kognitif. Individu yang sering
membandingkan dan mengevaluasi permasalahan relevan dan yang mampu menerima
ambiguitas akan lebih mampu menampilkan kebijaksanaan dibandingkan yang kurang.
Perkembangan Kebijaksanaan
Dalam mencetuskan konsep teoritis
tentang kebijaksanaan dan menghubungkannya dengan psikologi rentang kehidupan
(lifespan psychology), Baltes mengajukan beberapa kondisi yang kondusif untuk
mematangkan perkembangan kebijaksanaan (Sternberg & Jordan, 2005). Adapun
beberapa kondisi yang diajukan Baltes, yaitu:
Seperti layaknya perkembangan
untuk berbagai keahlian lainnya, Baltes berasumsi bahwa kebijaksanaan diperoleh
melalui proses pembelajaran dan pelatihan yang intensif dan meluas. Proses ini
tentunya membutuhkan motivasi yang tinggi untuk mencapai keunggulan
(excellence) dan lingkungan sekitar yang mendukung perkembangan kebijaksanaan.
Karena kebijaksanaan merupakan
perpaduan antara intelek dan karakter yang membuatnya berbeda dengan berbagai
karakteristik positif yang lebih terbatas, perkembangan dan pengasahan
kebijaksanaan membutuhkan berbagai proses dan faktor. Berbagai proses dan faktor yang dimaksud,
meliputi: kemampuan intelektual tertentu, ketersediaannya seorang mentor yang
mendampingi individu, penguasaan terhadap berbagai pengalaman hidup yang
kritis, keterbukaan individu terhadap pengalaman baru, dan kepemilikan atas
nilai-nilai yang mengarah kepada pengembangan diri, kebaikan dan toleransi.
Baltes menyatakan bahwa ada
banyak jalan yang mengarahkan individu kepada kebijaksanaan. Tingkat
kebijaksanaan yang sama dapat diperoleh dengan kombinasi proses dan
faktor-faktor fasilitatif yang berbeda. Jika beberapa faktor fasilitatif
tertentu tersedia dalam hidup individu, beberapa individu dapat melanjutkan
perkembangan kebijaksanaannya sampai kepada tahap yang lebih tinggi. Beberapa
faktor fasilitatif yang berpotensi mengembangkan kebijaksanaan adalah latara
belakang keluarga tertentu, munculnya kejadian yang kritis dalam kehidupan dan
individu mampu menguasainya, pelatihan profesional, perubahan dalam masyarakat,
dan sebagainya.
Hubungan detak jantung terhadap kebijaksanaan seseorang
Perubahan detak jantung seseorang
memberikan pengaruh terhadap kebijaksanaan orang tersebut, hal ini berdasarkan
penelitian baru dari universitas waterloo, kanada.
Penelitian ini mengusulkan adanya kerja sama antara variasi
detak jantung dan proses berfikir untuk
memungkinkan seseorang mengeluarkan pendapat dengan bijak tentang permasalahan
sosial yang kompleks. Penelitian ini telah dilakukan oleh seorang profesor
psikologi universitas waterloo, Igor Grossmann dan koleganya yang berasal dari
universitas katolik Australia, dan dapat diakses pada online journal frontiers
in Behavioral Neuroscience.
Penelitian mereka membuka penemuan
baru tentang kebijaksanaan dibawah kondisi-kondisi yang telah diidentifikasikan oleh psikopsisiologi.
Penelitian yang mereka lakukan
menunjukan bahwa kebijaksanaan bukan merupakan sebuah fungsi dari fikiran dan
kemampuan kognitif saja. Mereka berpendapat bahwa orang yang memiliki variasi
besar pada detak jantung dan orang yang bisa berfikir tentang masalah sosial
dari sudut pandang yang luas akan memiliki kapasitas yang lebih untuk menjadi
bijaksana.
Penelitian yang telah dilakukan
memperluas pengetahuan akan penelitian-penelitian yang sebelumnya telah
dilaksanakan pada dasar-dasar kognitif untuk mempertimbangkan bagaimana pngaruh
fungsi jantung terhadap fikiran.
Sebuah konsensus diantara para
filsuf dan ahli kognitif mendefinisikan penilaian bijaksana dalam mencakup
kemampuan untuk mengenali batas-batas pengetahuan seseorang , untuk menyadari
konteks hidup yang bervariasi dan bagaimana mereka dapat mengungkapkan
identitas diri dari waktu ke waktu,
untuk mengakui sudut pandang orang lain, dan untuk mencari rekonsiliasi sudut
pandang yang berlawanan.
Tujuan utama penelitian yang
tergolong baru ini adalah untuk menunjukan fisiologi dari jantung, variasi
detak jantung yang spesifik ketika melakukan aktifitas fisik ringan dan dikaitkan
pada kurangnya prasangka maka penilaian seseorang akan menjadi lebih bijaksana.
Detak jantung manusia cenderung
berubah-ubah, bahkan pada kondisi yang stabil sekalipun, seperti ketika
seseorang sedang duduk. Detak jantung yang bervariasi merujuk pada perbedaan
interval waktu antara detak jantung dan kontrol sistem sarafnya.
Peneliti menemukan bahwa orang
dengan detak jantung yang lebih bervariasi akan memungkinkan mereka untuk
menjadi lebih bijaksana. Mereka juga memiliki prasangka yang rendah akan
masalah-masalah sosial yang terjadi ketika dihadapka pada isu-isu sosial dari sudut
pandang orang ketiga. Tetapi, ketika mereka diminta untuk melihat
masalah-masalah sosial dari sudut pandang orang pertama maka tidak ada hubungan
antara detak jantung dan kebijaksanaan.
Terakhi adalah kutipan yang
diambil dari Prof. Grossmannterkait penelitian ini, “We already knew that
people with greater variation in their heart rate show superior performance in
the brain’s executive functioning such as working memory,” says Prof.
Grossmann. “However, that does not necessarily mean these people are wiser – in
fact, some people may use their cognitive skills to make unwise decisions. To
channel their cognitive abilities for wiser judgment, people with greater heart
rate variability first need to overcome their egocentric viewpoints.”
Penelitian ini membuka selebar
mungkin pintu kritikan dan masukan untuk mengeksplorasi kebijaksanaan dalam
riset psikologi dan kognitif.
Seoga dapat mengambil banyak manfaat ya temans dari artikel ini. Terima kasih atas waktunya.
EmoticonEmoticon