Minggu, 11 Desember 2016

Poetry (12)










Katakanlah, hanya itu ! cukup itu !


Tak pantas dalam merasa. seharusnya kau hanyalah cahaya semu dibalik bayang. dipaksa atau memaksa. keharusan dalam menebarkan kepingan malam yang tak berkira.

Aku melukai sebuah hati. seperti tangan yang terluka, ia akan menerima segalanya dan berharap luka itu tertutup dengan sendirinya. lain cerita, sebuah hati hanya bisa merasakan keabstrakan, sebagai hasil akumulasi perasaan yang ada.

Tak ada bagian untuk mencoba. bila waktu telah melewati, luka itu perlahan pudar. seakan terantai, luka itu kembali seakan tak mau pergi. cukuplah, sekuat apapun janji diri, luka itu kan tetap bersembunyi pada tumpukan rasa.

Kau akan menemukan kesadaran. entah kapan itu. kuat firasat hal ini kan terjadi. aku dan kamu, kita lah yang merajut kesakitan hidup. ayolah, sadarlah. jauhi segala nestapa, izinkan aku bahagia.

Sekembalinya aku dari sana, aku berharap lantunan musik memanggil kesucian. agar cahaya mata itu dapat kucuri. melihat kita seperti ini, aku tak akan pernah dapat berdiri tegak.

Harus aku angkat jangkar itu, agar aku dapat berlayar bebas dan menemukan tempat pemberhentian baru. tidak ada badai, hanya mentari dan kerlap kerlip bintang menemani.

Hilang, datang lagi saat kau mendekat. Hilang, datang lagi saat aku menatap. Hilang, datang lagi saat kita berpapasan. Hilang, harapku untuk selamanya.

Denting jam berhenti saat ku tahu itu. kau membuat sebuah kebenaran yang sakit. aku merasa terhina, tapi apakah kau merasa bahagia ?

Kopi yang ku seduh terasa pahit sekali. aroma semerbak dalam rongga hidung, membutakan rasa lidah. seperti itulah umpama nya pilar-pilar perasaan.

Maafkan aku. Aku pasti melakukan sesuatu tanpa pernah bisa aku sadari. terkadang kau tak begitu, sebagian kadang lainnya, kau sangat begitu. pertanyaannya, siapakah aku untuk berdiri dan menghadang pilihanmu.

Cemburu dengan oksigen yang selalu kau hirup. cemburu dengan kehadiran mentari yang membangunkan mu. cemburu dengan bintang-bintang yang selalu menemani malam mu. andai aku mau menjadi, kan ku jadikan diri ini sebagai debu, sebab hal itu yang selalu kau anggap meskipun untuk kau hindari. setidaknya, anggapan mu itu lebih menyenangkan. 

Ketahuilah, aku tidak ingin lagi berjuang. satu-satu nya yang kuinginkan adalah kembali seperti dulu. bahagia dalam kesendirian. sama sekali tidak berharap-harap cemas. tolong, kembalikan aku pada saat pertama merasakan kebahagiaan.

Saat aku sendiri, aku bisa melihat mimpi. merasakan dingin nya air hujan yang membasahi setiap inci permukaan bumi. aku bisa tertawa, aku bisa menangis, aku bisa merasakan mimpi itu hidup, semua itu saat aku tidak sendiri.

Pahamilah, permainan kata ini bukan tanpa maksud. Diksi yang berpacu dalam rona wajah kan membuat waktu berhenti sesaat agar dia dapat menjelaskan betapa inginnya diri ini. Terputus, Pikirkanlah kata-kata selanjutnya, segala akhiran kan bergantung pada setiap pembaca. maknai dan resapilah.

Katakanlah, jika kau ingin dan tak ingin.





EmoticonEmoticon